Status Incumbent, Bakal Calon Walikota Hengky Honandar Terancam Kena Sanksi Terkait Rolling 22 Maret 2024

0
396
Nampak Bakal Calon Walikota, Hengky Honandar, ketika berada di kantor KPU.

Bitung, KOMENTAR.ID

Menyandang status incumbent atau petahana di perhelatan Pemilihan Walikota (Pilwako) Bitung, bakal calon Walikota, Hengky Honandar, disebut-sebut sangat berpeluang didiskualifikasi.

Ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 Pasal 71 ayat (2) tentang Pilkada, yang melarang kepala daerah dan wakil kepala daerah melakukan rolling jabatan dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Aturan ini ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, melalui surat nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024.

Sementara itu, sebagaimana diketahui, Pemkot Bitung yang dinakhodai oleh Maurits Mantiri-Hengky Honandar (MM-HH), justru melanggar aturan tersebut dengan menggelar rolling 22 Maret 2024 lalu.

Hal inilah yang kemudian mulai muncul berbagai tanggapan yang menyebutkan jika bakal calon Walikota HH, kans dieliminasi, lantaran kapasitasnya kala dilaksanakan rolling 22 Maret 2024 lalu, merupakan wakil walikota.

Aktivis Sulut, Robby Supit, turut angkat bicara perihal isu yang mulai ramai diperbincangkan di tengah masyarakat Kota Cakalang bahkan bumi Nyiur Melambai (Sulut) ini.

Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bitung selaku penyelenggara pesta demokrasi, wajib memberi atensi serius terhadap kasus ini.

Dikatakannya, pemerintahan MM-HH merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan, termasuk dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan kerja-kerja pemerintahan. Oleh karena itu, apabila ada pihak yang menyatakan bahwa HH tidak terlibat dan bahkan tidak tahu-menahu terkait rolling jabatan yang dilaksanakan di aula Sarundajang itu, sangatlah keliru.

“Walikota dan wakil walikota dilantik sebagai satu paket terpilih yang tugasnya melekat secara bersama-sama dalam menjalankan di pemerintahan. Dengan kata lain, ketika Walikota dihadang oleh masalah rolling 22 Maret lalu, maka wakil walikota juga terikat dengan persoalan yang sama,” kata Supit.

Diuraikannya lagi, apabila kemudian muncul pernyataan bahwa pada saat pelantikan (22 Maret 2024) HH yang adalah wakil walikota aktif kala itu tidak mengetahui adanya pelantikan, maka patut dipertanyakan mengingat fungsi dan peran wakil walikota dalam pemerintahan sangat jelas.

“Pasal 24 undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sangat jelas menyatakan bahwa pemerintah daerah dibantu wakil. Hal juga kembali ditegaskan dalam pasal 26 bahwa wakil membantu kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan,” bebernya sembari menambahkan, pasal-pasal di atas hanya tidak akan belaku bersama-sama apabila salah satu terlibat dalam kasus korupsi.

“Sekali lagi, jika berkaitan dengan tugas dan fungsi  apalagi menyangkut administrasi pemerintahan, baik walikota maupun wakil walikota adalah satu paket dalam pertanggung jawaban,” tutupnya.

Di saat bersamaan, upaya konfirmasi ke KPU Bitung terkait hal ini, belum mendapatkan jawaban.

Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui Sekretaris Utama, Hj. Imas Sukmariah, S.Sos, MAP, saat dimintai tanggapan via pesan WhatsApp mengatakan, untuk menentukan calon kepala daerah didiskualifikasi adalah kewenangan KPU sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71.

Berikut penggalan tanggapan Sekretaris Utama BKN RI, Hj. Imas Sukmariah.

Pertanyaan:

Bagaimana jika sudah melakukan pembatalan pelantikan tersebut dan pada saat permintaan izin ke Kemendagri mendapat persetujuan, apakah kepala daerah atau wakil kepala daerah akan tetap bersalah sesuai UU nomor 10 tahun 2016?

Tanggapan:

Sesuai pasal 71 ayat 2 UU Nomor 10/2016 bahwa Gubernur   atau  Wakil  Gubernur,  Bupati  atau  Wakil Bupati,  dan  Walikota  atau  Wakil  Walikota  dilarang melakukan   penggantian   pejabat   6   (enam)   bulan sebelum  tanggal  penetapan  pasangan  calon  sampai dengan   akhir   masa   jabatan  *kecuali   mendapat persetujuan tertulis dari Menteri*.

Pertanyaan:

Jika salah satu baik kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak menandatangani dokumen pelantikan, apakah tetap menyalahi aturan sesuai UU no 10 tahun 2016?

Tanggapan:

Kalau tidak ada dokumen yg di ttd berarti memang tidak terjadi pelantikan/pemindahan pegawai.

[kid]