Kasus Tanahnya Mirip yang Dialami Ibunda Dino Pati Djalal, John Hamenda Menggugat Lagi

0
810
Lokasi tanah John Hamenda di Malalayang Satu, Manado. (ISTIMEWA)

Manado, KOMENTAR.ID

Manggis Travel

Perjalanan pengusaha John Hamenda merebut kembali dua bidang tanahnya begitu terjal. Hamenda belum berhenti memperjuangkan hak milik yang terlanjur jatuh di tangan bandit-bandit tanah di Sulawesi Utara.

Upaya menempuh jalur hukum sempat kandas beberapa kali namun Hamenda belum menyerah mengejar aset yang nilainya sudah mencapai Rp1 triliun saat ini.

Instruksi Presiden Jokowi yang kemudian dilanjutkan Kapolri Listyo Prabowo memantik harapan baru bagi Hamenda, yang tengah berjuang mengembalikan tanah yang dibelinya seharga Rp25 miliar pada tahun 2002 atau 19 tahun silam. Ia menggugat kembagi ke Polda Sulut.

Hamenda menjelaskan, bahwa masalah tanahnya saat ini mirip dengan yang dialami ibunda Dino Pati Djalal. Terjadi peralihan aset tanah tanpa sepengetahuan Hamenda telah ada Akta Jual Beli (AJB). Anehnya “Saya sendiri tidak pernah menghadap Notaris menandatangani AJB,” ungkap Hamenda, Minggu (7/3/2021), kepada KOMENTAR.ID, di Manado.

Hamenda memiliki dua bidang tanah masing-masing seluas 36.560 m2 dan 16.091 m2, di Malalayang Satu, Kota Manado. Kepemilikan dua bidang tanah ini dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3788 dan SHM Nomor 3789.

Dalam suatu waktu, Hamenda menitipkan dua sertifikat itu kepada Denny Wibisono Saputro cs. Sebagai kuasa dari konsorsium/jaminan untuk investor. Selang beberapa waktu, tanah itu dijual Wibisono, tanpa sepengetahuan Hamenda. Pembelinya adalah pengusaha Jumbo Manado, Ridwan Sugianto.

Hamenda tak mengetahui hak miliknya sudah jatuh ke tangan mafia-mafia tanah. Padahal pada tanggal 4 Mei 2004, Denny wubisono cs telah membuat surat dengan hal ‘Titipan Sertifikat’.

Narasi surat itu jelas; “Kami sampaikan bahwa seluruh sertifikat yang dititipkan kepada Investor tetap terjaga dengan baik……….…..Akan kami kembalikan kepada Bapak,” petikan bunyi surat.

Beberapa waktu yang lalu para mafia tanah menggunakan Media Kantor Pengadilan di Jakarta Barat. Mereka saling menggugat antara pembeli dan penjual tujuannya untuk melegitimasi jual beli yang mereka lakukan. Kemudian mereka meminta Kantor Pengadilan Negeri Manado untuk melakukan eksekusi lahan tersebut. Padahal gugatan yang dilakukan oleh para mafia tanah tanpa sepengetahuan Hamenda.

Ironis, sudah jadi korban bandit-bandit tanah, Hamenda malah sempat dipidana karena dianggap menggelapkan aset Ridwan Sugianto. Hamenda menilai, permainan silat 9 dewa, jurus yang dilakukan bos Jumbo Ridwan Sugianto sangat piawai. Mereka dianggap sudah berpengalaman dalam hal kejahatan kerah putih (white collar crime).

“Klien kami yakni Bapak John Hamenda sempat dikriminalisasi saat itu, dilaporkan oleh bos Jumbo di Polresta Manado. Dan pihak penyidik sempat menetapkan klien kami sebagai tersangka. Namun kebenaran tidak bersembunyi, dan saat kami mengajukan pra-peradilan, kami menang,” tandas Kuasa Hukum Hamenda, Frangky Mantiri SH MH.

Kasus yang dialami Hamenda, persis yang dialami ibunda Doni Pati Djalal.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap tiga kasus mafia tanah yang menyasar Zurni Hasyim, ibu dari Dino Patti Djalal. Kepala Sub Direktorat Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dwiasih mengatakan, ada tiga kasus yang menyeret mafia tanah.

1. Dugaan penipuan rumah di Pondok Pinang, Jakarta Selatan

Pada April 2019, laporan pertama soal dugaan penipuan tanah dari Zurni Hasyim Djalal masuk ke kepolisian. Dalam laporan perdana ini Zurni mengaku sertifikat tanah dan bangunan di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan telah berpindah nama tanpa ada proses jual beli.

Tanpa sepengetahuan korban pada 22 April 2019 terbit akta jual beli. Korban menjual tanah dan bangunan miliknya kepada seseorang bernama Van. “Padahal korban tidak pernah menghadap notaris manapun untuk menjual tanah dan bangunan itu,” ujar Dwiasih saat dikonfirmasi, Kamis, 18 Februari 2021.

Kasus ini berawal pada 10 April 2019, saat itu seorang pembeli atas nama Van dan Fery menghubungi Zurni untuk membeli rumahnya. Kemudian Mustopa, selaku kuasa hukum Zurni, menyerahkan sertifikat rumah kepada Arnold, orang yang mengaku suruhan Van.

Tanpa sepengetahuan korban, Van membaik nama di sertifikat itu dan dalam akta jual beli tertulis bahwa Van menjual bangunan itu kepada seseorang bernama Hen. Polisi yang mendapat laporan itu menangkap AS, SS dan DR. “Ketiganya kini menjalani pidana.”

Pada 16 Februari 2021, polisi kembali membekuk tersangka VG dan FS di Ampera, Jakarta Selatan dalam kasus ini.

2. Penipuan penjualan rumah di Kemang, Jakarta Selatan

Laporan kasus penipuan dengan korban yang sama diterima pada 11 November 2020. Dalam kasus itu, Zurni Hasyim Djalal mengaku propertinya di Kemang, Jakarta Selatan, berpindah tangan tanpa sepengetahuannya.

Dwiasih mengatakan untuk properti di Kemang memang mengatasnamakan Yusmisnawita yang merupakan keluarga Zurni. “Kepemilikan properti ini berpindah tangan dari Yusmisnawita ke pembeli, SH dengan menggunakan dokumen-dokumen berupa KTP, fotokopi KK, fotokopi buku nikah, dan NPW yang semuanya palsu,” ujar Dwiasih.

Yusmisnawita hendak menjual rumah ibu Dino Patti Djalal di Kemang seharga Rp 19,5 miliar kepada RS. Proses jual beli itu melibatkan seorang calo kepercayaan Yusmisnawita bernama Ali Topan.

Setelah mencapai kesepakatan, RS kemudian meminjam sertifikat rumah dan bangunan di Kemang untuk dicek keasliannya di Badan Pertanahan Negara (BPN). “Korban tidak mengetahui bahwa pada hari dipinjamkannya sertifikat asli, terjadi transaksi jual beli dari RS kepada SH yang ditandatangani oleh orang yang berpura-pura menjadi Yurmisnarwati.

Polisi menangkap AN yang berperan sebagai Yusmisnawita dan RS yang telah menyiapkan surat-surat palsu.

3. Penipuan tanah di Cilandak

Pada 22 Januari 2021, terdapat laporan polisi ketiga dan modus kejahatan dalam laporan itu hampir sama. Yurmisnawita melaporkan tentang pemalsuan jual beli properti tanah dan bangunan yang terletak di Cilandak, Jakarta Selatan.

Dwiasih mengatakan, meskipun tanah dan bangunan itu diatasnamakan Yurmisnarwati, tapi pemilik sah bangunan adalah Zurni Hasyim Djalal. “Untuk mempermudah proses jual beli, korban meminta Yurmisnawita mewakilinya dengan mengatasnamakan namanya untuk properti milik korban,” kata Dwiasih.

Masalah ini bermula saat seseorang bernama Freddy Kusnadi ingin membeli rumah itu. Tak belajar dari kesalahan sebelumnya, Zurni sepakat meminjamkan sertifikat untuk diperiksa keasliannya di BPN.

Saat dikembalikan kepada korban, sertifikat itu sudah digandakan dan yang diberikan kepada Zurni yang palsu. “Sertifikat yang asli telah balik nama menjadi Freddy Kusnadi,” kata Dwiasih.

Polisi masih berusaha mengungkap dalang mafia tanah di balik kasus ketiga ini. “Sampai saat ini sudah 11 tersangka dari dua Laporan polisi. Perkara yang ketiga terus dilakukan pembuktian materil berdasarkan alat bukti yang relevan,” kata Dwiasih.

“Ketika Polda Metro Jaya mampu membongkar kasus yang penggelapan aset ibu Dino Pati Djalal, kami yakin hal yang sama akan dialami John Hamenda. Modusnya sama. Dan Pak John Hamenda berhak mendapat kembali asetnya,” tandas Mantiri. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here